-->

Arsip Blog

sumber bmg.go.id

Rabu, 12 Mei 2010

MENCERMATI ARAHAN KEBIJAKAN PEMBINAAN PENDIDIKAN GURU

1. Antara Buraucratic Imperative dan Pendekatan Fungsional-Akademik

Atas usul Komisi Khusus PGSD, pada tanggal 2 – 3 November 2005 dilakukan Pertemuan Sinkronisasi antara Tim Pendidikan Profesi, Tim Sertifikasi dan Komisi Khusus PGSD yang mengacu kepada hasil penugasan Bapak Dirjen Dikti untuk ”menjabarkan sosok utuh kompetensi profesional guru PAUD, sekolah dasar dan sekolah menengah dari ketentuan perundang-undangan yang berlaku”. Atas arahan dari Bapak Direktur Ketenagaan, dalam Rapat Sinkronisasi tersebut juga diundang Tim RPP Guru. Ketika membuka rapat tersebut, Bapak Direktur Ketenagaan mengarahkan agar dilakukan sinkronisasi kecuali untuk produk Tim Sertifikasi yang ”jangan diutik-utik karena telah merupakan imperatif birokratik, dan selanjutnya pimpinan rapat diserahkan kepada Ketua Komisi Khusus PGSD.

2. Sinkronisasi kebijakan tanpa Pengambil Kebijakan

Karena merasa tidak mampu memimpin rapat yang mebahas masalah kebijakan tanpa kehadiran pengambil kebijakan, maka Komisi Khusus PGSD kemudian megajukan permohonan dan keesokan harinya diterima oleh Bapak Dirjen Dikti. Pada dasarnya, Komisi Khusus PGSD menanyakan kepada Bapak Dirjen Dikti tentang kelanjutan dari hasil penugasan beliau kepada Komisi Khusus PGSD untuk ”menjabarkan sosok utuh kompetensi profesional guru PAUD, sekolah dasar dan sekolah menengah dari ketentuan perundang-undangan yang berlaku”. Bapak Dirjen Dikti meminta waktu untuk mempelajari naskah Revitalisasi Pendidikan Profesional Guru yang merupakan laporan hasil penugasan beliau kepada Komisi Khusus PGSD. Dalam laporan tersebut, sub-sub kompetensi guru yang terserak pada 4 bidang yang menyebabkan terfragmentasikannya sosok utuh kompetensi profesional guru tersebut, ditata ulang peletakannya sehingga menampilkan Sosok Uth Kompetensi Profesional Guru SD dan SM yang meliputi kemampuan (a) mengenal secara mendalam peserta didik yang hendak dilayani, (b) menguasai bidang studi dari segi keilmuan dan kurikuler, (c) menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik, dan (d) mengembangkan profesionalitas secara berkelanjutan. Belakangan, Belakangan, juga ditapilkan Sosok Utuh Kompetensi Profesional guru PAUD yang meliputi kemampuan (a) mengenal secara mendalam peserta didik yang hendak dilayani, (b) menguasai spektrum karakteristik perkembangan anak usia dini sebagai konteks permainan yang mendidik, (c) menyelenggarakan permainan yang mendidik, dan (d) mengembangkan profesionalitas secara berkelanjutan. Sekitar 2 minggu kemudian, dalam pertemuan penuntasan Naskah Akademik dan Rambu-rambu Penyelenggaraan Pendidikan Profesional Guru PAUD Terintegrasi, Ka Subdit Profesi Direktorat Ketenagaan menyampaikan dan menunjukkan bahwa Naskah Akademik Revitalisasi Pendidikan Profesional Guru tersebut telah ditandatangani oleh Bapak Dirjen Dikti dengan disposisi agar disebarkan kepada LPTK-LPTK. Sampai dengan ditulisnya catatan ini, Komisi Khusus PGSD belum melihat tanda-tanda bahwa disposisi Bapak Dirjen Dikti tersebut telah dilaksanakan.

3. Standar Kompetensi Guru dengan jurus petak umpet

Dalam bulan Desember 2006, puluhan rekan-rekan dosen LPTK dari berbagai LPTK diundang untuk mengikuti program seleksi Asesor yang akan ditugasi dalam penyelenggaraan Program Sertifikasi Guru Dalam Jabatan, berdasarkan Panduan Sertifikasi Guru Bagi LPTK Tahun 2006 yang diterbitkan oleh Direktorat Ketenagaan. Dalam panduan yang dibagikan itu, digunakan standar kompetensi guru sebagai agen pembelajaran yang disalin dari pasal 10 UU nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Akan tetapi ketika dicermati, ditemukan 2 keanehan di dalamnya yaitu:

a. dalam Kompetensi Pedagogik, ”diselundupkan” indikator ”menguasai materi ajar” yang, dalam ketentuan perundang-undangan baik dalam PP nomo 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan maupun dalam RPP Guru, sangat kukuh dipertahankan tetap berada pada bidang Kompetensi Profesional, sebagaimana dapat dilihat dalam cuplikan 2 bidang kompetensi yang bersangkutan berikut (lihat halaman 4 dan 5 Panduan). Catatan: kata atau frasa yang dicetak dengan font warna ungu adalah kata atau frasa asli dalam panduan yang di-high-light, sedangkan frasa yang dicetak dengan font warna biru adalah ulasan RJ.

No.

Kompetensi Dasar

Kompetensi

Indokator Penguasaan

2

Kompetensi Pedagogik

Pemahaman peserta didik secara mendalam

Memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif; memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip kepribadian; dan mengidentifikasi bekal-ajar awal peserta didik. (tidak mungkin terwujud tanpa digandengkan dengan penguasaan materi pembelajaran).

Merancang pembelajaran, termasuk memahami landasan Pendidikan untuk kepentingan pembelajaran (tidak mungkin terwujud tanpa digandengkan dengan penguasaan materi pembelajaran).

Memahami landasan pendidikan ; menerapkan teori belajar dan pembelajaran; menentukan strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar; serta menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih. (penguasaan materi ajar diselundupkan ke dalam kompetensi pedagogik ini?)

Melaksanakan pembelajaran (tidak mungkin terwujud tanpa digandengkan dengan penguasaan materi pembelajaran).

Menata latar (setting) pembelajaran; dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif5) (tidak mungkin terwujud tanpa digandengkan dengan penguasaan materi ajar).

Merancang & melaksanakan evaluasi (tidak mungkin terwujud tanpa digandengkan dengan penguasaan materi pembelajaran).

Merancang dan melaksanakan evaluasi (assessment) proses dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan berbagai metode ; menganalisis hasil evaluasi proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar (mastery learning); dan memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum. (tidak mungkin dilakukan tanpa digandengkan dengan penguasaan materi ajar).

Mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasi-kan berbagai potensinya (tidak mungkin terwujud tanpa digandengkan dengan penguasaan materi pembelajaran).

Memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan berbagai potensi akademik; dan memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan berbagai potensi nonakademik. (tidak mungkin dilakukan tanpa digandengkan dengan penguasaan materi ajar).

3

Kompetensi profesional

Menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi, Menguasai struktur & metode keilmuan (materi keilmuan tidak langsung dapat dimuatkan ke dalam kurikulum sekolah, melainkan harus terlebih dahulu dikemas menjadi materi ajar sesuai dengan konteks kurikuler terapannya dan daya cerna peserta didik yang akan mempelajarinya.

Memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah; memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yang menaungi atau koheren dengan materi ajar; memahami hubungan konsep antar mata pelajaran terkait; dan menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari, Menguasai langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk memperdalam pengetahuan/materi bidang studi.

a. Pada akhir paparan mengenai standar kompetensi Guru sebagai Agen Pembelajaran tersebut di atas pada halaman 5 Panduan Sertifikasi Guru Bagi LPTK Tahun 2006 yang dimaksud, ditemukan catatan sebagai berikut:

Perlu dijelaskan bahwa sebenarnya keempat kompetensi (kepribadian, pedagogik, profesional dan sosial) tersebut dalam prakteknya merupakan kesatuan yang utuh1). Pemilahan menjadi empat ini semata-mata untuk kemudahan memahaminya2). Bebarapa ahli3) mengatakan istilah kompetensi professional sebenarnya merupakan “payung”, karena telah mencakup semua kompetensi lainnya. Sedangkan penguasaan materi ajar secara luas dan mendalam lebih tepat disebut dengan penguasaan symber bahan ajar (disciplinary content) atau sering disebut bidang studi keahlian. Hal ini mengacu kepada pandangan yang menyebutkan bahwa sebagai guru yang kompeten memiliki (1) pemahaman terhadap karakteristik peserta didik, (2) penguasaan bidang studi baik dari sisi keilmuan maupun kependidikan, (3) kemampuan menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik, dan (4) kemauan dan kemampuan mengembangkan profesionalitas dan kepribadian secara berkelanjutan4).

Catatan:

1) Bagaimana keempat kompetensi tersebut dapat merupakan kesatuan yang utuh, apabila sub-sub kompetensi yang membentuk Sosok Utuh Kompetensi Profesional Guru itu terserak pada 4 bidang kompetensi yang terpisah?

2) Bagaimana pemilahan menjadi 4 bidang kompetensi yang memfragmentasikan Sosok Utuh Kompetensi Profesional Guru itu dapat diklaim ”semata-mata untuk kemudahan memahaminya”. Kemudahan pemahaman oleh siapa? Oleh rekan-rekan yang akrab dengan Pendidikan Guru atau oleh orang awam?

3) Beberapa ahli yang mana yang menyatakan pendapat tersebut? Bukankah ”pernyataan dari sejumlah ahli” ini merupakan hasil Komisi Khusus PGSD atas penugasan Bapak Dirjen Dikti untuk ”menjabarkan sosok utuh kompetensi profesional guru PAUD, sekolah dasar dan sekolah menengah dari ketentuan perundang-undangan yang berlaku” melalui surat tugas tertanggal 13 Februari 2006 Nomor 12/DIKTI/Kep/2006. Mengapa produk yang berupa Naskah Akademik: Revitalisasi Pendidikan Profesional Guru yang telah ditandatangani oleh Bapak Dirjen Dikti itu hanya disebut sebagai pernyataan ”sejumlah ahli” yang berasal entah dari mana, dan diposisi beliau untuk menyebarkan Naskah Akademik: Revitalisasi Pendidikan Profesional Guru itu kepada LPTK-LPTK tidak dilaksanakan?

4) Sebenarnya, untuk apa catatan pada akhir paparan tentang standar kompetensi guru sebagai agen pembelajaran itu dicantumkan dalam Panduan Sertifikasi Guru Bagi LPTK Tahun 2006 tersebut? Bukankah ”catatan akademik” yang maknanya berbeda dari panduan, justru membuat panduan resmi itu menjadi seperti mantra yang harus dihafalkan saja?

5) Dalam kompetensi pedagogik, terdapat sub-kompetensi ”melaksanakan pembelajaran yang kondusif”. Untuk keperluan apa dan dalam konteks apa pembelajaran yang diselenggarakan oleh guru itu disebut kondusif?. Hal ini perlu dicermati karena istilah ”kondusif” pada dasarnya bersosok lepas-konteks sebagaimana dapat dilihat dalam berbagai ungkapan, seperti ”keadaan kondusif untuk keamanan dan ketertiban di Aceh”; ”keadaan kondusif untuk penyelenggaraan pilkada”; ”keadaan kondusif untuk iklim investasi”; ”keadaan kondusif untuk perundingan bilateral”; dsb. Sedangkan dalam konteks pendidikan, lebih to the point apabila digunakan ungkapan ”pembelajaran yang mendidik”, karena secara eksplisit mengacu kepada rujukan normatif pendidikan.

2. Perbedaan antara Kawasan Garapan Modus BJJ dan Kawasan Garapan Modus Tatap Muka

Dalam pemahaman umum selama ini, modus BJJ yang dipelopori oleh UT dimanfaatkan untuk menjangkau peserta didik yang berada di daerah-daerah terpencil sehingga nyaris tidak mungkin mengakses kampus LPTK . Sedangkan penyelenggaraan program pendidikan dengan modus tatap muka digunakan untuk melayani peserta didik yang dapat mengakses kampus LPTK-LPTK. Akan tetapi ketika berkaitan dengan sertifikasi guru SD dalam jabatan, teramati adanya keanehan arahan sebagaimana dipaparkan di bawah ini.

Segera setelah dilakukan seleksi Asesor sebagaimana dikemukakan dalam butir 3, Program Sertifikasi Guru SD Dalam Jabatan tahun 2006 ini diluncurkan dan sejumlah LPTK telah ditunjuk sebagai pelaksananya dengan dukungan dana yang sudah dikucurkan dari pemerintah pusat. Sementara itu, di pihak lain, sejumlah Pemda juga telah menyediakan dana dan meminta LPTK-LPTK setempat untuk menyelenggarakan program sertifikasi bagi guru-guru yang berada dalam jajarannya dengan dukungan dana yang telah disediakan itu, tidak terkecuali di Bali. Dalam kaitan dengan prakarsa pemda di Bali in, UNDIKSHA menghubungi Direktorat Ketenagaan namun memperoleh pengarahan bahwa seyogyanya LPTK tersebut tidak menerima tawaran dari Pemda untuk menyelenggarakan program Sertifikasi Guru Dalam Jabatan dengan modus tatap muka, dan sebaliknya, dianjurkan, kalau memiliki kapasitas e-learning, untuk menyelenggarakan program Sertifikasi melalui BJJ. Padahal, UT dengan leluasa menawarkan program PGSD dan PGTK melalui BJJ di Bali dan, sebagaimana yang lazim dilakukannya untuk berbagai bidang termasuk bidang kependidikan selama ini, telah meminta pimpinan LPTK setempat untuk membantu dengan menyediakan tutor. Tidak jelas, mengapa kerja sama dengan pemda setempat untuk menyelenggarakan program Sertifikasi Guru Dalam Jabatan melalui modus tatap muka untuk guru-guru yang dengan mudah dapat mengakses salah satu dari kedua UPP UNDIKSHA itu dihalangi, akan tetapi SDMnya justru digunakan oleh UT untuk melayani mahasiswa UT yang direkrut dari seluruh Bali, bukan hanya mahasiswa yang berasal dari daerah tidak terencil sesuai dengan niche UT.

3. Pendidikan Profesional Guru Bidang Studi

a. Pendidikan Profesional Guru Bidang Studi Terintegrasi

Pemberlakuan UU nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, menuntut untuk secepatnya dilakukan perubahan mind set dari mind set Pendidikan Profesional Guru Bidang Studi Pra-jabatan Terintegrasi era Akta Mengajar yang menempatkan perolehan Akta Mengajar sebagai bagian yang built-in dalam program S-1 Pendidikan Bidang Studi Terintegrasi, menjadi Program Pendidikan Profesional Guru Pra-jabatan Terintegrasi dalam bingkai UU nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang membagi Program Pendidikan Profesional Guru Pra-jabatan Terintegrasi itu menjadi 2 tahapan yaitu (i) tahapan pendidikan akademik Program S-1 Pendidikan Bidang Studi Terintegrasi yang berujung pada penganugerahan ijasah S-1 Pendidikan Bidang Studi yang lulusannya memenuhi secara lengkap persyaratan penguasaan kemampuan akademik keguruan yang utuh sebagai guru bidang studi, yang sebenarnya diamanatkan oleh pasal 3 ayat (1) RPP Guru versi 8 November, sehingga (ii) pendidikan profesi yang harus ditempuh oleh lulusan Program S-1 Pendidikan Profesional Guru Bidang Studi Terintegrasi itu cukup berupa Program Pengalaman Lapangan selama 1 (satu) semester. Selain itu, dalam Program Pendidikan Profesional Guru Pra-jabatan Terintegrasi itu, juga perlu diantisipasi pembentukan kompetensi guru bidang studi yang lebih terfokus untuk kelas V dan VI SD dan kelas VII dan VIII SMP yang membutuhkan guru bidang studi dengan sosok kompetensi agak berbeda apabila dibantingkan dengan sosok kompetensi guru bidang studi untuk kelas IX SMP sampai dengan kelas XII SMA. Sebagaimana diketahui, fokus yang berbeda sesuai dengan konteks terapannya selama ini tidak jelas dibedakan. Draft Rambu-rambu Penyelenggaraan Program Pendidikan Profesional Guru Bidang Studi Pra-jabatan Terintegrasi telah disampaikan segera setelah hari raya Idul Fitri yang lalu, akan tetapi nampaknya tidak diacuhkan dengan alasan bahwa selama ini program tersebut sudah berjalan di LPTK meskipun tidak sempurna (???), di samping bahwa yang dijadikan prioritas oleh pemerintah sekarang ini adadalah sertifikasi guru SD. Hard copy Rambu-rambu Penyelenggaraan Program Pendidikan Profesional Guru Bidang Studi Pra-jabatan Terintegrasi tersebut telah disampaikan kepada Bapak Dirjen.

b. Pendidikan Profesional Guru Bidang Studi Pra-jabatan Konsekutif

Selama ini, yang tersedia adalah panduan Penyelenggaraan Pendidikan Profesi telah disusun oleh Tim Ibrahim yang telah diserahkan kepada BSNP oleh Direktorat Ketenagaan. Akan tetapi sebagaimana halnya Tim Sertifikasi, Tim Pendidikan Profesi inipun juga langsung menggunakan pasal 4 UU nomor 14 tahun w005 tentang Guru dan Dosen sebagai rujukan pengembangan program yang disusunnya. Dalam pertemuan sinkronisasi tanggal 2 November 2006 yang lalu, Sdr. Benny Karyadi dapat menerima standar kompetensi profesional guru bidang studi yang terdapat dalam Naskah Akademik: Revitalisasi Pendidikan Profesional Guru, yang dijabarkan dari ketentuan perundang-undangan yang berlaku, akan tetapi langkahnya tertahan karena belum ada arahan kebijakan dari Dijen Dikti untuk menggunakan standar kompetensi profesional guru yang terkandung dalam Naskah Akademik: Revitalisasi Pendidikan Profesional Guru sebagai rujukan yang secara akademis lebih sahih dibandingkan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Dengan ditandatanganinya Naskah Akademik: Revitalisasi Pendidikan Profesional Guru oleh Bapak Dirjen Dikti dengan disposisi untuk disebarkan ke LPTK-LPTK, mestinya arahan kebijakan yang diperlukan, sejak penandayangannya itu telah tersedia. Hard copy Rambu-rambu Penyelenggaraan Program Pendidikan Profesional Guru Bidang Studi Pra-jabatan Konsekutif itu juga telah disampaikan kepada Bapak Dirjen.

4. Rambu-rambu Penyelenggaraan Program S-1 PGSD Terintegrasi

Secara de facto Rambu-rambu Penyelenggaraan Program S-1 PGSD Terintegrasi memang telah digunakan sebagai rujukan dalam penyelenggaraan program S-1 PGSD dengan dukungan dana PHK sejak tahun 2006. Akan tetapi di dalamnya masih terkandung cacat teknis kecil yaitu masih termasukkannya mekanisme Revalidasi Sertifikat Guru, yang memang ada pada tahap awal pengguliran RPP Guru, akan tetapi belakangan telah ditinggalkan. Pembenahannya memang sangat sedferhana, akan tetapi apabila tidak dilakukan tentu saja cacat kecil tersebut tidak akan hilang dengan sendirinya.

5. Rambu-rambu Penyelenggaraan Program S-2 DIKDAS

Sebagaimana mula-mula digagas oleh Komisi Khusus PGSD, Program S-2 DIKDAS terdiri atas 2 jenis yaitu (a) Program S-2 Pendidikan Bidang Studi Ke-SD-an yang telah dirintis dengan dukungan Proyek Pengembangan PGSD yang berlokasi di PPS UNJ, UPI dan UM, di samping Program S-2 Ke-SD-an yang secara kurikuler mencakup 5 bidang studi akademik yang lazim diajarkan oleh Guru Kelas SD (Matematika, Bahasa Indonesia, IPA, IPS dan PPKn). Akan tetapi, dalam perkembangan selanjutnya, ada pengarahan dari Bapak Dirjen Dikti agar diselenggarakan hanya 1 jenis Program S-2 DIKDAS namun dengan Kekhususan Pendidikan Ke-SD-an di bidang Matematika, Bahasa Indonesia, IPA, IPS dan PPKn, serta Kekhususan yang mencakup 5 bidang studi akademik Ke-SD-an sebagaimana telah disebutkan. Perubahan kebijakan ini menuntut dilakukannya penyesuaian terhadap Panduan Penyelenggaraan Program S-2 DIKDAS. Penyesuaian yang dimaksud akan sangat mudah dilakukan, akan tetapi tentunya penyeseuaiannya tidak dapat dikerjakan oleh tukang ketik. Proses yang sebenarnya nyaris tidak memerlukan biaya inipun juga dibiarkan saja berlalu sehingga menimbulkan keresahan pada sejumlah PPS LPTK yang, by default, disodori pilihan apakah akan tetap bertahan dengan format yang lama atau menyesuaikan diri dengan arahan Bapak Dirjen. Solusi ini tentu saja sangat tidak cerdas dan hanya mmojokkan PPS-PPS yang telah berkembang terlebih dahulu dengan format lama dengan dukungan Ditjen Dikti sendiri.

6. PHK S-1 PGSD

Setelah dana tahun I PHK S-1 PGSD A nampaknya lepas dari tangan, tentu akan diperlukan kerja keras untuk memetani ceceran permasalahan (pick up the pieces) yang disisakan oleh intervensi politik pada tahun 2006 itu. Perubahan kebijakan PHK dalam perencanaan implementasi program kegiatan yang didukung dana hibah, yaitu dari PIP (Program Implementation Plan) tahunan menjadi RIP (Rencana Implementasi Program) yang mencakup keseluruhan daur hibah, tentu memerlukan persiapan-persiapan yang matang. Langkah awal memang sudah dilakukan dengan menyusun RIP yang disesuaikan utuk PGSD, akan tetapi masih banyak tindak lanjut yang lain yang diperlukan antara lain (a) Reorientasi Reviewer PGSD, analog dengan Lokakarya Penyegaran Reviewer yang diselenggarakan oleh DPT pada bulan lalu di Ancol, dan (b) Penyiapan Program dan mekanisme Pendampingan. Juga harus diingat bahwa SDM PGSD banyak tersedot untuk penyelenggaraan Program Sertifikasi Guru Dalam Jabatan, sehingga diperlukan perhitungan yang benar-nemar matang untuk menjaga keseimbangan antara kewajiban mengemban missi politik ang nampaknya tidak meneteskan peningkatan kapasitas lembaga, dan penataan kapasitas lembaga melalui PHK sehingga semakin mampu menyelenggaraakan Program Pendidikan Profesional Guru yang semakin bermutu di masa-masa yang akan datang.

7. Tahap Appraisal Proyek Bermutu

Investasi besar di bidang pendidikan guru yang dirancang tahun lalu, dengan cakupan garapan yang sangat luas yang melibatkan urusan Pendidikan Pra-jabatan Guru Pembinaan Dalam-Jabatan Guru dan Akreditasi (mestinya) untuk Program Pendidikan Guru, sehingga tentu saja tidak tepat apabila menggunakan sarana serta prosedur yang bersifat ”one size fits all” sebagaimana yang diselenggarakan oleh BAN-PT selama ini, tengah dipersiapkan dengan dukungan dana pinjaman dari Bank Dunia. Persiapan proyek yang sangat ambisius ini terpaksa dikatakan kurang memuaskan oleh karena proposalnya tidak disiapkan oleh calon pewaris kemanfaatan hasil proyek (beneficiaries) dari kalangan pendidikan guru di tanah air, melainkan oleh Tim Konsultan Bank Dunia yang nyaris tidak memperoleh mitra kerja (counter parts) dari pihak Indonesia. Dengan mematok bulan April 2007 sebagai waktu negosiasi, maka saat-saat ini persiapan proyek tersebut ada pada tahap appraisal yang, lagi-lagi, praktis hanya melibatkan Tim konsultan Bank Dunia karena ketiadaan sambutan yang melembaga dari pihak-pihak pemangku kepentingan di Indonesia. Tidak sulit dibayangkan, akan seperti apa kira-kira wujudnya Proyek Bermutu tersebut apabila interaksi dengan pihak Indonesia hanya bersifat hit and run, dan/atau hanya mengandalkan wakil-wakil jajaran struktural saja, untuk berbicara (dan kalau perlu berbantah) secara akademik dengan Tim Konsultan yang dikerahkan oleh Bank Dunia tersebut.

ShareThis
print this page Print this page

Komentar :

ada 0 komentar ke “MENCERMATI ARAHAN KEBIJAKAN PEMBINAAN PENDIDIKAN GURU”

Posting Komentar

Siaran Piala Dunia Online

Piala Dunia TV Klik Sini

SMS Gratis

Barangkali Lagi Tidak Punya Pulsa atau dalam masa tenggang Gunakan Failitas SMS Gratis ini. Dijamin 100% Aman.

Hosting File Gratis

Unlimited Free Image and File Hosting at MediaFire

B S E Directk link

Recent Post

Download

 
free counters
This Blog is proudly powered by Blogger.com | Template by Berbagi Ilmu